ALLAH SWT menciptakan alam semesta dan
menentukan fungsi-fungsi dari setiap elemen alam ini. Mata hari punya
fungsi, bumi punya fungsi, udara punya fungsi, begitulah seterusnya;
bintang-bintang, awan, api, air, tumbuh-tumbuhan dan seterusnya hingga makhluk
yang paling kecil masing-masing memiliki fungsi dalam kehidupan. Pertanyaan
kita adalah apa sebenarnya fungsi manusia dalam pentas kehidupan ini? Apakah
sama fungsinya dengan hewan dan tumbuh-tumbuhan? atau mempunyai fungsi yang
lebih istimewa ?
Bagi seorang atheis, manusia tak lebih
dari fenomena alam seperti makhluk yang lain. Oleh karena itu, manusia menurut
mereka hadir di muka bumi secara alamiah dan akan hilang secara alamiah. Apa
yang dialami manusia, seperti peperangan dan bencana alam yang menyebabkan
banyak orang mati, adalah tak lebih sebagai peristiwa alam yang tidak perlu
diambil pelajaran atau dihubungkan dengan kejahatan dan dosa, karena dibalik
kehidupan ini tidak ada apa-apa, tidak ada Tuhan yang mengatur, tidak ada sorga
atau neraka, seluruh kehidupan adalah peristiwa alam. Bagi orang atheis fungsi
manusia tak berbeda dengan fungsi hewan atau tumbuh-tumbuhan, yaitu sebagai
bagian dari alam.
Bagi orang yang menganut faham sekuler,
manusia adalah pemilik alam yang boleh mengunakannya sesuai dengan keperluan.
Manusia berhak mengatur tata kehidupan di dunia ini sesuai dengan apa yang
dipandang perlu, dipandang baik dan masuk akal karena manusia memiliki akal
yang bisa mengatur diri sendiri dan memutuskan apa yang dipandang perlu.
Mungkin dunia dan manusia diciptakan oleh Tuhan, tetapi kehidupan dunia adalah
urusan manusia, yang tidak perlu dicampuri oleh agama. Agama adalah urusan
individu setiap orang yang tidak perlu dicampuri oleh orang lain apa lagi oleh
negara.
Agama Islam mengajarkan bahwa manusia
memiliki dua predikat, yaitu sebagai hamba Allah (`abdullah) dan sebagai wakil
Allah (khalifatullah) di muka bumi. Sebagai hamba Allah, manusia adalah kecil
dan tak memiliki kekuasaan. Oleh karena itu, tugasnya hanya menyembah
kepada-Nya dan berpasrah diri kepada-Nya. Tetapi sebagai khalifatullah, manusia
diberi fungsi sangat besar, karena Allah Maha Besar maka manusia sebagai
wakil-Nya di muka bumi memiliki tanggung jawab dan otoritas yang sangat besar.
Sebagai khalifah, manusia diberi
tangung jawab pengelolaan alam semesta untuk kesejahteraan umat manusia, karena
alam semesta memang diciptakan Tuhan untuk manusia. Sebagai wakil Tuhan manusia
juga diberi otoritas ketuhanan; menyebarkan rahmat Tuhan, menegakkan kebenaran,
membasmi kebatilan, menegakkan keadilan, dan bahkan diberi otoritas untuk
menghukum mati manusia. Sebagai hamba manusia adalah kecil, tetapi sebagai
khalifah Allah, manusia memiliki fungsi yang sangat besar dalam menegakkan
sendi-sendi kehidupan di muka bumi. Oleh karena itu, manusia dilengkapi Tuhan
dengan kelengkapan psikologis yang sangat sempurna, akal, hati, syahwat dan
hawa nafsu, yang kesemuanya sangat memadai bagi manusia untuk menjadi makhluk
yang sangat terhormat dan mulia, disamping juga sangat potensil untuk
terjerumus hingga pada posisi lebih rendah dibanding binatang.
Fungsi Khalifah
Pada dasarnya, akhlak
yang diajarkan Alquran terhadap lingkungan bersumber
dari fungi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya
interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam.
Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta
pembimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya. Dalam
pandangan akhlak Islam, seseorang tidak
dibenarkan mengambil buah sebelum matang, atau
memetik bunga sebelum mekar, karena hal ini berarti tidak memberi kesempatan
kepada makhluk untuk mencapai tujuan penciptaannya.
Ini berarti manusia dituntut
untuk mampu menghormati proses-proses yang sedang berjalan, dan terhadap semua
proses yang sedang terjadi. Yang demikian mengantarkan manusia
bertanggung jawab, sehingga ia tidak melakukan perusakan, bahkan dengan
kata lain, “Setiap perusakan terhadap lingkungan harus dinilai sebagai
perusakan pada diri manusia sendiri.” Binatang, tumbuhan, dan benda-benda
tak bernyawa semuanya diciptakan oleh Allah Swt. dan
menjadi milik-Nya, serta semua memiliki ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan
ini mengantarkan sang Muslim untuk menyadari bahwa semuanya adalah “umat” Tuhan
yang harus diperlakukan secara wajar dan baik.
Karena itu dalam Alquran ditegaskan
bahwa :
“Dan tidaklah binatang-binatang yang
ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya,
melainkan umat-umat (juga) seperti manusia...” (QS.
Al-An’am [6] : 38)
Bahwa semuanya adalah milik Allah,
mengantarkan manusia kepada kesadaran bahwa apapun yang
berada di dalam genggaman tangannya, tidak lain
kecuali amanat yang harus
dipertanggungjawabkan. “Setiap jengkal tanah yang terhampar di bumi, setiap
angin yang berhembus di udara, dan setiap tetes hujan yang tercurah dari
langit akan dimintakan pertanggungjawabannya, manusia menyangkut pemeliharaan
dan pemanfaatannya”, demikian kandungan penjelasan
Nabi Saw. tentang firman-Nya dalam Alquran
“Kemudian kamu pasti akan ditanyai
pada hari itu tentang kemikmatan (yang kamu peroleh).”
(At-Takatsur, [102]: 8)
Dengan demikian manusia bukan
saja dituntut agar tidak alpa dan angkuh terhadap
sumber daya yang dimilikinya, melainkan juga dituntut untuk memperhatikan apa
yang sebenarnya dikehendaki oleh Pemilik (Tuhan) menyangkut apa yang berada di
sekitar manusia.
“Kami tidak menciptakan langit dan
bumi serta yang berada di antara keduanya, kecuali dengan (tujuan) yang hak dan
pada waktu yang ditentukan” (QS Al-Ahqaf [46]: 3).
Pernyataan Allah ini mengundang seluruh
manusia untuk tidak hanya memikirkan kepentingan diri
sendiri, kelompok, atau bangsa, dan jenisnya saja, melainkan juga
harus berpikir dan bersikap demi kemaslahatan
semua pihak. Ia tidak boleh bersikap sebagai
penakluk alam atau berlaku sewenang-wenang terhadapnya. Memang,
istilah penaklukan alam tidak dikenal dalam ajaran Islam.
Istilah itu muncul dari pandangan mitos Yunani yang beranggapan bahwa
benda-benda alam merupakan dewa-dewa yang memusuhi
manusia sehingga harus ditaklukkan.
Yang menundukkan alam menurut Alquran
adalah Allah. Manusia tidak sedikit pun mempunyai kemampuan kecuali
berkat kemampuan yang dianugerahkan Tuhan kepadanya.
“Mahasuci Allah yang menjadikan
(binatang) ini mudah bagi kami, sedangkan kami sendiri tidak mempunyai
kemampuan untuk itu.” (QS. Az-Zukhruf [43]: 13)
Jika demikian, manusia tidak mencari
kemenangan, tetapi keselarasan dengan alam. Keduanya tunduk kepada
Allah, sehingga mereka harus dapat bersahabat. Aquran menekankan agar
umat Islam meneladani Nabi Muhammad Saw. yang membawa rahmat untuk seluruh
alam (segala sesuatu). Untuk menyebarkan rahmat itu, Nabi Muhammad Saw. bahkan
memberi nama semua yang menjadi milik pribadinya, sekalipun benda-benda itu tak
bernyawa. “Nama” memberikan kesan adanya kepribadian, sedangkan kesan
itu mengantarkan kepada kesadaran untuk bersahabat dengan pemilik nama.
Ini berarti bahwa manusia dapat
memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya. Namun pada saat yang sama,
manusia tidak boleh tunduk dan merendahkan diri
kepada segala sesuatu yang telah direndahkan Allah untuknya, berapa pun harga
benda-benda itu. Ia tidak boleh diperbudak oleh benda-benda
itu. Ia tidak boleh diperbudak oleh benda-benda sehingga
mengorbankan kepentingannya sendiri. Manusia dalam hal ini dituntut untuk
selalu mengingat-ingat, bahwa ia boleh meraih apapun asalkan yang
diraihnya serta cara meraihnya tidak mengorbankan kepentingannya di akhirat
kelak.
Memanfaatkan Segala
Potensi
Manusia merupakan khalifah di bumi ini,
diciptakan oleh Allah dengan berbagai kelebihan dan kesempurnaan yang
menyertainya. Kita diberi akal pikiran dan juga hawa nafsu sebagai
pelengkapnya. Manusia telah diberikan berbagai fasilitas di muka bumi sebagai
alat pemenuhan kebutuhan manusia. Semua yang kita perlukan telah terhampar di
alam semesta, manusia hanya perlu mengelolanya saja.
Dalam kelangsungan hidup manusia
terjadi berbagai perkembangan di dunia, semakin kompleksnya kebutuhan manusia,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan terciptanya berbagai
mesin-mesin dan berbagai alat komunikasi yang membantu meringankan kehidupan
dan pekerjaan manusia. Didorong dengan nafsu keserakahannya, manusia hanya berusaha
untuk memenuhi kebutuhannya, negara hanya berpikir untuk memajukan perekonomian
dan pembangunan besar-besaran diberbagai sektor, tanpa memikirkan dampak
lingkungan yang diakibatkan dari apa yang dilakukan manusia. Termasuk penduduk
Indonesia perilakunya juga seperti itu, bisa dikatakan kepeduliannya sangat
kecil terhadap lingkungan, ini tidak lepas dari tingkat kesadaran masyarakat
dan juga desakan ekonomi yang juga menuntut masyarakat berusaha untuk memenuhi
kebutuhannya tanpa menghiraukan dampak lingkungan yang diakibatkan.
Kegiatan manusia di dunia ini banyak
menimbulkan masalah bagi lingkungan, erosi tanah, polusi udara, banjir, tanah
longsor, tanah yang hilang kesuburannya, hilangnya spesies-spesies dalam
ekosistem, kekeringan, hilangnya biota-biota laut dan yang paling
memprihatinkan adalah pemanasan suhu global, yaitu peristiwa pemanasan bumi
yang disebabkan oleh peningkatan ERK (Efek Rumah Kaca) yang disebabkan oleh gas
rumah kaca (GRK), seperti CO2, CH4, Sulfur dan lain-lain yang menyerap sinar panas
atau menyebabkan terperangkapnya panas matahari (sinar infra merah). ERK (greenhouse
effect) bukan berarti disebabkan oleh bangunan-bangunan yang berdinding
kaca, tapi hanya merupakan istilah yang berasal dari para petani di daerah
iklim sedang yang menanam tanaman di rumah kaca.
Global Warming sangat perlu
diperhatikan oleh seluruh penduduk dunia, dan termasuk didalamnya penduduk
Indonesia, dengan bersinergi menurunkan dan memperlambat peningkatan greenhouse
effect. Langkah-langkah nyata harus dilakukan oleh masyarakat, karena
sangat besarnya dampak yang diakibatkan oleh pemanasan global bagi kelangsungan
hidup manusia dan makhluk lain yang hidup di bumi.
Kita ketahui Indonesia merupakan negara
maritim. Pemanasan global yang saat ini terjadi akan memicu naiknya suhu
atmosfer bumi, dan akan menaikkan permukaaan air laut, yang juga didukung oleh
pencairan es di kutub bumi. Hal ini dapat memicu tenggelamnya negara kita,
didahului dengan tenggelamnya ribuan pulau-pulau kecil yang dimiliki Indonesia.
Kalau pemanasan global tidak cepat ditanggulangi dan membiarkan
kegiatan-kegiatan manusia yang tidak ramah dengan lingkungan, mungkin beberapa
abad lagi negara kita akan tenggelam dan berakhirlah peradaban manusia di
dunia.
Seiring pertumbuhan penduduk yang cenderung
tidak dapat dikendalikan dan selalu menunjukkan peningkatan. Hal ini juga
terjadi di Indonesia, akan memicu naiknya kebutuhan-kebutuhan manusia seperti
pangan, tempat tinggal, listrik, BBM dan banyak kebutuhan lainnya. Kesemuanya
itu akan meningkatkan kebutuhan manusia akan lahan-lahan yang digunakan untuk
produksi pertanian, perkebunan, pertambangan, tempat tinggal, jalan-jalan dan
fasilitas umum. Hal ini tidak bisa dipungkiri, dan akhirnya terjadilah
penebangan pohon-pohon dan hutan untuk memenuhi kebutuhan untuk bahan baku
industri tanpa menghiraukan dampak lingkungan yang akan diderita.
Ini berarti manusia dituntut
untuk mampu menghormati proses-proses yang sedang berjalan, dan terhadap semua
proses yang sedang terjadi. Yang demikian mengantarkan manusia
bertanggung jawab, sehingga ia tidak melakukan perusakan, bahkan dengan
kata lain, “Setiap perusakan terhadap lingkungan harus dinilai sebagai
perusakan pada diri manusia sendiri.” Binatang, tumbuhan, dan benda-benda
tak bernyawa semuanya diciptakan oleh Allah Swt. dan
menjadi milik-Nya, serta semua memiliki ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan
ini mengantarkan sang Muslim untuk menyadari bahwa semuanya adalah “umat” Tuhan
yang harus diperlakukan secara wajar dan baik.
Sebagai khalifah, manusia diberi
tangung jawab pengelolaan alam semesta untuk kesejahteraan ummat manusia,
karena alam semesta memang diciptakan Allah untuk manusia. Sebagai hamba
manusia adalah kecil, tetapi sebagai khalifah Allah, manusia memiliki fungsi
yang sangat besar dalam menegakkan sendi-sendi kehidupan di muka bumi. Oleh
karena itu, manusia dilengkapi Tuhan dengan kelengkapan psikologis yang sangat
sempurna, akal, hati, syahwat dan hawa nafsu, yang kesemuanya sangat memadai
bagi manusia untuk menjadi makhluk yang sangat terhormat dan mulia, disamping
juga sangat potensil untuk terjerumus hingga pada posisi lebih rendah dibanding
binatang. ***
ia
Sebagai Khalifah
1. Surat Al Baqarah : 30
Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada
para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan
berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”.” (QS Al Baqarah :
30)
a. Kandungan ayat
Allah SWT menciptakan manusia di muka
bumi agar manusia dapat menjadi kalifah di muka bumi tersebut. Yang dimaksud
dengan khalifah ialah bahwa manusia diciptakan untuk menjadi penguasa yang
mengatur apa-apa yang ada di bumi, seperti tumbuhannya, hewannya, hutannya,
airnya, sungainya, gunungnya, lautnya, perikanannya dan seyogyanya manusia
harus mampu memanfaatkan segala apa yang ada di bumi untuk kemaslahatannya.
Jika manusia telah mampu menjalankan itu semuanya maka sunatullah yang
menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi benar-benar dijalankan dengan baik
oleh manusia tersebut, terutama manusia yang beriman kepada Allah SWT dan
Rasulullah SWT.
Kesimpulan kandungan Surat Al Baqarah : 30, diantaranya:
1. Allah
memberitahu kepada malaikat bahwa Allah akan menciptakan khalifah (wakil Allah)
di bumi
- Allah memilih
manusia menjadi khalifah di muka bumi
- malaikat menyangsikan
kemampuan manusia dalam mengemban tugas sebagai manusia. Menurut pandangan
malaikat, manusia suka membuat kerusakan dan menumpahkan darah
- Malaikat
beranggapan bahwa yang pantas menjadi khalifah di bumi adalah dirinya.
Malaikat merasa selalu bertasbih, bertauhid dan menyucikan Allah
- Allah lebih
mengetahui apa yang tidak diketahui oleh malaikat
2. Surat Al Mukminun : 12-14
Bacalah Surat Al Mukminun ayat 12-14 berikut dengan fasih
dan benar! Teks lihat “google Al-Qur’an onlines”
Artinya: “12.
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal)
dari tanah. 13. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan)
dalam tempat yang kokoh (rahim). 14. Kemudian air mani itu Kami jadikan
segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan
segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami
bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain.
Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.” (QS Al Mukminun :
12-14)
a. Kandungan ayat
Dalam surat Al Mukminun ayat 12-14 Allah SWT menerangkan
tentang proses penciptaan manusia. Sebelum para ahli dalam bidang kedokteran
modern mengetahui proses asal usul kejadian penciptaan manusia dalam rahim
ibunya, Allah SWT sudah terlebih dahulu mejelaskan perihal kejadian tersebut
dalam Al Qur’an seperti dalam surat Al Mukminun ayat 12-14, dan diperkuat oleh
ayat lainnya diantaranya Surat Al Hasyr ayat 24 yang berbunyi: Teks lihat
“google Al-Qur’an onlines”
Artinya : Dialah
Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai
asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. dan Dialah yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(QS Al Hasyr : 24)
Pada surat Al Mukminun ayat 12 -14 Allah
SWT menjelaskan bahwa proses penciptaan manusia dalam rahim ibunya terbagi
menjadi 3 fase yaitu:
- Fase air mani
- Fase segumpal
darah
- Fase segumpal
daging
Yang masing-masing fasenya memakan waktu 40 hari, hal ini
dijelaskan dalam sebuah hadits yang di riwayatkan oleh bukhari:
Artinya :
Dari Abdullah bin
Mas’ud ra.,ia berkata : Rasululla saw bercerita kepada kami, beliaulah yang
benar dan dibenarkan : “Sesungguhnva penciptaan perseoranganmu terkumpul dalam
perut ibunva empat puluh hari dan empat puluh malam atau empat puluh malam,
kemudian menjadi segumpal darah, semisal itu (40 hari = pen) kemudian menjadi
segumpal daging, semisal itu (40 hari = pen), kemudian Allah mengutus Malaikat,
kemudian dipermaklumkan dengan empat kata, kemudian malaikat mencari rizkinya,
ajalnya (batas hidupnya), amalnya serta celaka dan bahagianya kemudian Malaikat
meniupkan ruh padanya. Sesungguhnya salah seorang di antaramu niscaya beramal
dengan amal ahli (penghuni) sorga, sehingga jarak antara sorga dengan dia hanya
satu hasta, namun catatan mendahuluinya, maka ia beramal dengan penghuni
neraka, maka ia masuk neraka. Dan sesungguhnya salah seorang diantaramu,
beramal dengan amal ahli neraka, sehingga jarak antara neraka dengan dia hanya
satu hasta, namun catatan mendahuinya, maka ia beramal dengan amal penghuni
sorga, maka ia masuk sorga. (Hadits ditakhrij oleh Bukhari).
Sedangkan dalam surat Al Hasyr Allah
menjelaskan bahwa janin sebelum menjadi manusia sempurna juga mengalami tiga
fase, yaitu:
- Taswir, yaitu
digambarkan dengan bentuk garis-garis, waktunya setelah 42 hari
- Al Khalq,
yaitu dibuat bagian-bagian tubuhnya
- Al Baru’,
yaitu penyempurnaan terhadap bentuk janin
Kesimpulan kandungan surat Al Mukminun ayat 12-14 ini
antara lain:
- Menjelaskan
tentang proses kejadian manusia
- Allah memberi
kesempatan hidup di dunia kepada manusia
- Usia manusia
ditentukan oleh Allah SWT
- Manusia
diperintahkan untuk memikirkan proses kejadiannya agar tidak sombong
kepada Allah dan sesama manusia
3. Surat Adz
Dzariyat ayat 56
Bacalah surat Az Zariyat berikut ini dengan fasih dan
benar! Teks lihat “google Al-Qur’an onlines”
Artinya: “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia
melainkan untuk menyembah kepadaku.” (QS Adz Zariyat : 56)
a. Kandungan
ayat
Surat Adz dzariyat ayat 56 mengandung
makna bahwa semua makhluk Allah, termasuk jin dan manusia diciptakan oleh Allah
SWT agar mereka mau mengabdikan diri, taat, tunduk, serta menyembah hanya
kepada Allah SWT. Jadi selain fungsi manusia sebagai khalifah di muka bumi
(fungsi horizontal), manusia juga mempunya fungsi sebagai hamba yaitu menyembah
penciptanya (fungsi vertikal), dalam hal ini adalah menyembah Allah karena
sesungguhnya Allah lah yang menciptakan semua alam semesta ini.
Seperti diutarakan pada surat Al
Mukminun ayat 12-14 bahwa Allah SWT yang menciptakan manusia dari saripati
tanah yang terkandung dalam tetesan air yang hina, yaitu air mani, oleh
karenanya merupakan suatu keharusan bagi manusia untuk menyembah penciptanya,
yang telah menjadikan manusia sebagai makhluk mulia diantara makhluk lainnya.
4. Surat Al Hajj
ayat 5
Bacalah surat Al Hajj ayat 5 berikut ini dengan fasih,
tartil, dan benar! Teks lihat “google
Al-Qur’an onlines”
Artinya: “Hai
manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka
(ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari
setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang
sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu
dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah
ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan
berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada
yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun,
supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya.
Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di
atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam
tumbuh-tumbuhan yang indah. “ (QS Al Hajj : 5)
B. PROSES KEJADIAN
MANUSIA
Manusia dalam pandangan Islam tediri
atas dua unsur, yaitu jasmani dan rohani. Jasmani manusia bersifat materi yang
berasal dari unsur-unsur sari pati tanah. Sedangkan roh manusia merupakan
substansi immateri, yang keberadaannya dia alam baqa nanti merupakan
rahasia Allah SWT. Proses kejadian manusia telah dijelaskan dalam Al Qur’anul
Karim dan Hadits Rasulullah SAW.
Tentang proses kejadian manusia, Allah SWT telah
berfirman dalam Al Qur’an surat Al Mukminun ayat 12 – 14 Teks lihat “google Al-Qur’an onlines”
Artinya: “Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu sari pati (berasal) dari
tanah. Kemudian kami jadikan sari pati itu air mani (yang disimpan) dalam
tempat yang kokoh (rahim). Kemudain airmani itu Kami jadikan segumpal darah,
lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu
Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan
daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci
Allah, Pencipta yang paling baik.” (QS Al Mukminun : 12-14).
Tentang proses kejadian manusia ini juga dapat dilihat
dalam pada QS As Sajadah ayat 7 – 9 yang berbunyi: Teks lihat “google Al-Qur’an onlines”
Artinya : 7.
yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai
penciptaan manusia dari tanah. 8. kemudian Dia menjadikan keturunannya dari
saripati air yang hina. 9. kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke
dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. (QS As Sajadah
: 7 – 9)
Dalam hadits Rasulullah SAW tentang
kejadian manusia, beliau bersabda yang artinya: “Sesungguhnya setiap kalian
dikumpulkan kejadiannya dalam perut ibunya 40 hari sebagai nutfah, kemudain
sebagai alaqah seperti itu pula (40 hari), lalu sebagai mudgah seperti itu,
kemudian diutus malaikat kepadanya, lalu malaikat itu meniupkan ruh kedalam
tubuhnya.” (Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari r.a dan muslim)
Ketika masih berbentuk janin sampai
umur empat bulan, embrio manusia belum mempunyai ruh, karena baru ditiupkan ke
janin itu setelah berumur 4 bulan (4X30 hari). Oleh karena itu, yang
menghidupkan tubuh manusia itu bukan roh, tetapi kehidupan itu sendiri sudah
ada semenjak manusia dalam bentuk nutfah. Roh yang bersifat immateri mempunyai
dua daya, yaitu daya pikir yang disebut dengan akal yang berpusat diotak, serta
daya rasa yang disebut kalbu yang berpusat di dada. Keduanya merupakan
substansi dai roh manusia.
C. PERANAN MANUSIA
SEBAGAI KHALIFAH
Ketika memerankan fungsinya sebagai
khalifah Allah di muka bumi, ada dua peranan penting yang diamanahkan dan
dilaksanakan manusia sampai hari kiamat. Pertama, memakmurkan bumi (al
‘imarah). Kedua, memelihara bumi dari upaya-upaya perusakan yang datang
dari pihak manapun (ar ri’ayah).
1. Memakmurkan
Bumi
Manusia mempunyai kewajiban kolektif
yang dibebankan Allah SWT. Manusia harus mengeksplorasi kekayaan bumi bagi
kemanfaatan seluas-luasnya umat manusia. Maka sepatutnyalah hasil eksplorasi
itu dapat dinikmati secara adil dan merata, dengan tetap menjaga kekayaan agar
tidak punah. Sehingga generasi selanjutnya dapat melanjutkan eksplorasi itu.
2. Memelihara Bumi
Melihara bumi dalam arti luas termasuk
juga memelihara akidah dan akhlak manusianya sebagai SDM (sumber daya manusia).
Memelihara dari kebiasaan jahiliyah, yaitu merusak dan menghancurkan alam demi
kepentingan sesaat. Karena sumber daya manusia yang rusak akan sangata
potensial merusak alam. Oleh karena itu, hal semacam itu perlu dihindari.
Allah menciptakan alam semesta ini
tidak sia-sia. Penciptaan manusia mempunyai tujuan yang jelas, yakni dijadikan
sebagai khalifah atau penguasa (pengatur) bumi. Maksudnya, manusia diciptakan
oleh Allah agar memakmurkan kehidupan di bumi sesuai dengan petunjukNya.
Petunjuk yang dimaksud adalah agama (Islam).
Mengapa Allah memerintahkan umat nabi Muhammad SAW untuk
memelihara bumi dari kerusakan?, karena sesungguhnya manusia lebih banyak yang
membangkang dibanding yang benar-benar berbuat shaleh sehingga manusia akan
cenderung untuk berbuat kerusakan, hal ini sudah terjadi pada masa nabi – nabi
sebelum nabi Muhammad SAW dimana umat para nabi tersebut lebih senang berbuat
kerusakan dari pada berbuat kebaikan, misalnya saja kaum bani Israil, seperti
yang Allah sebutkan dalam firmannya dalam surat Al Isra ayat 4 yang berbunyi :
Teks lihat “google Al-Qur’an onlines”
Artinya : dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil
dalam kitab itu: “Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua
kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar“.
(QS Al Isra : 4)
Sebagai seorang muslim dan hamba Allah yang taat tentu
kita akan menjalankan fungsi sebagai khalifah dimuka bumi dengan tidak
melakukan pengrusakan terhadap Alam yang diciptakan oleh Allah SWT karena
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Seperti
firmannya dalam surat Al Qashash ayat 77 yang berbunyi: Teks lihat “google Al-Qur’an onlines”
Artinya: dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan
Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan
di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan. (QS AL Qashash : 7)
D. TUGAS MANUSIA
SEBAGAI MAKHLUK
Manusia diciptakan oleh Allah SWT agar
menyembah kepadanya. Kata menyembah sebagai terjemahan dari lafal ‘abida-ya’budu-‘ibadatun.
Beribadah berarti menyadari dan mengaku bahwa manusia merupakan hamba Allah
yang harus tunduk mengikuti kehendaknya, baik secara sukarela maupun terpaksa.
1. Ibadah muhdah
(murni), yaitu ibadah yang telah ditentukan waktunya, tata caranya, dan
syarat-syarat pelaksanaannya oleh nas, baik Al Qur’an maupun hadits yang tidak
boleh diubah, ditambah atau dikurangi. Misalnya shalat, puasa, zakat, haji dan
sebagainya.
2. Ibadah ‘ammah
(umum), yaitu pengabdian yang dilakuakn oleh manusia yang diwujudkan dalam
bentuk aktivitas dan kegiatan hidup yang dilaksanakan dalam konteks mencari
keridhaan Allah SWT
Jadi, setiap insan tujuan hidupnya
adalah untuk mencari keridhaan Allah SWT, karena jiwa yang memperoleh keridhaan
Allah adalah k=jiwa yang berbahagia, mendapat ketenangan, terjauhkan dari
kegelisahan dan kesengsaraan bathin. Sedankan diakhirat kelak, kita akan
memperoleh imbalan surga dan dimasukkan dalam kelompok hamba-hamba Allah SWT yang
istimewa. Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya: “Hai jiwa yang tenang.
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhainya. Maka masuklah
dalam jamaah hamba-hambaku. Dan masuklah ke dalam surgaku.” (QS Al Fajr :
27-30)
Selama hidup di dunia manusia wajib
beribadah, menghambakan diri kepada Allah. Seluruh aktivitas hidupnya harus
diarahkan untuk beribadah kepadanya. Islam telah memberi petunjuk kepada
manusia tentang tata cara beribadah kepada Allah. Apa-apa yang dilakukan
manusia sejak bangun tidur samapai akan tidur harus disesuaikan dengan ajaran
Islam.
Jin dan manusia sebagai makhluk ciptaan
Allah SWT mempunayi tugas pokok di muka bumi, yaitu untuk mengabdi kepada Allah
SWT. Pengabdian yang dikehendaki oleh Allah SWT adlah bertauhid kepadanya,
yakni bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Jin dan manusia wajib mengesakan
Allah dalam segala situasi dan kondisi, baik dalam keadaan suka maupun duka.
Petunjuk Allah hanya akan diberikan
kepada manusia yang taat dan patuh kepada Allah dan rasulnya, serta berjihad
dijalannya. Taat kepada Allah dibuktikan dengan menjalankan perintahnya dan
menjauhi segala larangannya. Taat kepada rasul berarti bersedia menjalankan
sunah-sunahnya. Kesiapan itu lalu ditambah dengan keseriusan berjihad, berjuang
di jalan Allah dengan mengorbankan harta, tenaga, waktu
Manusia
Sebagai Khalifah di Muka Bumi
Allah berfirman kepada para
malaikat ketika akan menciptakan Adam, ''Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi''. (Al-Baqarah:30). Banyak kaum muslimin yang
keliru dalam memahami ayat ini, yakni sebagai wakil/pengganti Allah dalam
mengurus bumi. Makna khalifah yang benar adalah kaum yang akan menggantikan
satu sama lain, kurun demi kurun, dan generasi demi generasi, demikian
penjelasan dalam ringkasan Tafsir Ibnu Katsier
''Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: ''Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.'' Mereka berkata: ''Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?''. Tuhan berfirman: ''Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui''(Al-Baqarah:30)
Allah Ta'ala memberitahukan ihwal pemberian karunia kepada Bani Adam dan penghormatan kepada mereka dengan membicarakan mereka di al-Mala'ul Ala, sebelum mereka diadakan. Maka Allah berfirman, ''Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat''. Maksudnya, Hai Muhammad, ceritakanlah hal itu kepada kaummu'', ''Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di bumi'', yakni suatu kaum yang akan menggantikan satu sama lain, kurun demi kurun, dan generasi demi generasi, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman, ''Dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi'' (Fathir: 39). Itulah penafsiran khalifah yang benar, bukan pendapat orang yang mengatakan bahwa Adam merupakan khalifah Allah di bumi dengan berdalihkan firman Allah, ''Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.''
Abdur Razaq, dari Muammar, dan dari Qatadah berkata berkaitan dengan firman Allah, ''Mengapa Engkau hendak menjadikan di bumi orang yang akan membuat kerusakan padanya'', Seolah-olah malaikat memberitahukan kepada Allah bahwa apabila di bumi ada makhluk, maka mereka akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah di sana. Perkataan malaikat ini bukanlah sebagai bantahan kepada Allah sebagaimana diduga orang, karena malaikat disifati Allah sebagai makhluk yang tidak dapat menanyakan apa pun yang tidak diizinkan-Nya.
Ibnu Juraij berkata bahwa sesungguhnya para malaikat itu berkata menurut apa yang telah diberitahukan Allah kepadanya ihwal keadaan penciptaan Adam. Maka malaikat berkata, ''Mengapa Engkau hendak menjadikan di bumi itu oranig yang akan membuat kerusakan padanya?''.
Ibnu Jarir berkata, ''Sebagian ulama mengatakan, 'Sesungguhnya malaikat mengatakan hal seperti itu, karena Allah mengizinkan mereka untuk bertanya ihwal hal itu setelah dibentahukan kepada mereka bahwa khalifah itu terdiri atas keturunan Adam. Mereka berkata, ''Mengapa Engkau hendak menjadikan orang yang akan membuat kerusakan padanya?'' Sesungguhnya mereka bermaksud mengatakan bahwa di antara keturunan Adam itu ada yang melakukan kerusakan. Pertanyaan itu bersifat meminta informasi dan mencari tahu ihwal hikmah. Maka Allah berfirman sebagai jawaban atas mereka, Allah berkata, ''Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui,'' yakni Aku mengetahui kemaslahatan yang baik dalam penciptaan spesies yang suka melakukan kerusakan seperti yang kamu sebutkan, dan kemaslahatan itu tidak kamu ketahui, karena Aku akan menjadikan di antara mereka para nabi, rasul, orang-prang saleh, dan para wali.
Syaikh Muhammad Nasib Ar-Rifa'i berkata dalam ringkasan Tafsir Ibnu Katsiernya :
Saya berpendapat bahwa konsep khalifah mengharuskan secara pasti tiadanya pihak yang digantikan, baik tiadanya itu secara total atau hanya sebagian, baik tiadanya itu karena kematian, perpindahan, dicopot, mengundurkan diri, atau karena sebab lain yang membuat pihak yang digantikan tidak dapat melanjutkan aktivitasnya. Misalnya Anda berkata: ''Abu Bakar merupakan khalifah Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam'' yakni setelah Rasul meninggal. Atau Anda berkata: ''Rasulullah menjadikan Ali sebagai khalifah di Madinah,'' yaitu ketika Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam pergi dari Madinah untuk melakukan salah satu perang. Bila konsep ini telah jelas dan melahirkan kepuasan, maka orang yang merasa puas tadi akan menemukan kekeliruan pendapat orang yang mengatakan bahwa Adam dijadikan Allah sebagai khalifah-Nya di bumi. Kekeliruan itu disebabkan oleh hal-hal berikut ini.
1. Adalah mustahil tiadanya Allah dari kerajaan-Nya, baik secara total maupun sebagian. Dia senantiasa mengurus langit dan bumi dan tidak ada suatu perkara seberat Dzarrah pun yang ada di langit dan di bumi yang terlepas dari pengetahuan-Nya. Jadi, Dia tidak membutuhkan khalifah, wakil, pengganti, dan tidak pula butuh kepada pihak yang ada di dekat-Nya. Dia Mahakaya dari semesta alam.
2. Jika keberadaan Adam atau jenis manusia itu layak untuk menggantikan Allah, maka dia harus memiliki sifat-sifat yang menyerupai sifat-sifat Allah Ta'ala, dan Mahasuci Allah dari sifat-sifat yang dapat diserupai manusia. Jika manusia, sebagaimana seluruh makhluk lainnya, tidak menyandang sifat-sifat yang menyerupai sifat-sifat Allah, bahkan makhluk tidak memilikinya, sedangkan Allah Maha Sempurna pada seluruh sifat-Nya, maka terjadilah ketidaksamaan secara total. Maka bagaimana mungkin orang yang berkekurangan menggantikan pihak Yang Mahas Sempurna? Maha Suci Allah dari adanya pihak yang menandingi dan menyerupai. ''Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.'' (asy-Syuura: 11)
3. Adalah sudah pasti bahwa manusia tidak layak menjadi khalifah atau wakil Allah, bahkan hal sebaliknyalah yang benar, yaitu Allah sebagai khalifah dan wakil. Simaklah beberapa firman berikut ini. ''Cukuplah Allah menjadi Wakil (Penolong) kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung''(Ali Imran: 173). ''Dan Allah Maha Mewakili segala sesuatu.''(Hud: 12). ''Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya.''(At-Thalaq: 3). ''Dan cukuplah Allah sebagai Wakil''(An-Nisa': 81) Dalam hadits mengenai doa bepergian, Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ''Ya Allah, Engkaulah yang menyertai perjalanan dan yang menggantikan dalam mengurus keluarga (yang ditinggalkan)''
4. Tidak ada satu dalil pun, baik yang eksplisit, implisit, maupun hasil inferensi, baik di dalam Al-Qur'an maupun Sunnah yang menyatakan bahwa manusia merupakan khalifah Allah di burni, karena Dia berfirman, ''Sesungguhnya Aku akan menjadikan seorang khalifah di bumi''. Ayat ini jangan dipahami bahwa Adam alaihis salam adalah khalifah Allah di bumi, sebab Dia bertirman, ''Sesungguhnya Aku akan menjadikan khalifah di bumi.'' Allah mengatakannya demikian, dan tidak mengatakan, ''Sesungguhnya Aku akan menjadikan, untuk-Ku, seorang khalifah di bumi'', atau Dia mengatakan, ''Sesungguhnya Aku akan menjadikan seorang khalifah bagi-Ku di bumi'', atau ''menjadikan khalifah-Ku''. Dari mana kita menyimpulkan bahwa Adam atau spesies manusia sebagai khalifah Allah di bumi? Ketahuilah, sesungguhnya urusan Allah itu lebih mulia dan lebih agung daripada itu, dan Maha Tinggi Allah dari perbuatan itu. Namun, mayoritas mufasirin mengatakan, ''Yakni, suatu kaum menggantikan kaum yang lain, kurun demi kurun, dan generasi demi generasi.''
Ulama lain menafsirkan ayat di atas dengan ''menjadikan sebagai khalifah bagi makhluk sebelumnya yang terdiri atas jin atau makhluk lain yang mungkin berada di muka bumi yang ada sebelum spesies manusia.
Penafsiran yang pertama adalah lebih jelas karena dikuatkan dengan AlQur'an dan Sunnah. Adapun orang yang berpandangan bahwa yang dimaksud dengan khilafah ialah khilafah dalam penetapan hukum semata, maka pandangan ini tidak dapat diterima. Karena hukum yang valid ialah yang bersumber dari wahyu yang telah ditetapkan Allah, bukan hukum si khalifah, namun hukum Allah, dan hukum itu merupakan sarana penghambaan kepada Allah. Alangkah jauhnya jarak antara ibadah dengan perwakilan dan kekhilafahan. Jadi, jelaslah bahwa orang yang menghukumi itu tiada lain hanyalah menetapkan hukum Allah, bukan inenggantikan-Nya.
''Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: ''Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.'' Mereka berkata: ''Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?''. Tuhan berfirman: ''Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui''(Al-Baqarah:30)
Allah Ta'ala memberitahukan ihwal pemberian karunia kepada Bani Adam dan penghormatan kepada mereka dengan membicarakan mereka di al-Mala'ul Ala, sebelum mereka diadakan. Maka Allah berfirman, ''Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat''. Maksudnya, Hai Muhammad, ceritakanlah hal itu kepada kaummu'', ''Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di bumi'', yakni suatu kaum yang akan menggantikan satu sama lain, kurun demi kurun, dan generasi demi generasi, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman, ''Dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi'' (Fathir: 39). Itulah penafsiran khalifah yang benar, bukan pendapat orang yang mengatakan bahwa Adam merupakan khalifah Allah di bumi dengan berdalihkan firman Allah, ''Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.''
Abdur Razaq, dari Muammar, dan dari Qatadah berkata berkaitan dengan firman Allah, ''Mengapa Engkau hendak menjadikan di bumi orang yang akan membuat kerusakan padanya'', Seolah-olah malaikat memberitahukan kepada Allah bahwa apabila di bumi ada makhluk, maka mereka akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah di sana. Perkataan malaikat ini bukanlah sebagai bantahan kepada Allah sebagaimana diduga orang, karena malaikat disifati Allah sebagai makhluk yang tidak dapat menanyakan apa pun yang tidak diizinkan-Nya.
Ibnu Juraij berkata bahwa sesungguhnya para malaikat itu berkata menurut apa yang telah diberitahukan Allah kepadanya ihwal keadaan penciptaan Adam. Maka malaikat berkata, ''Mengapa Engkau hendak menjadikan di bumi itu oranig yang akan membuat kerusakan padanya?''.
Ibnu Jarir berkata, ''Sebagian ulama mengatakan, 'Sesungguhnya malaikat mengatakan hal seperti itu, karena Allah mengizinkan mereka untuk bertanya ihwal hal itu setelah dibentahukan kepada mereka bahwa khalifah itu terdiri atas keturunan Adam. Mereka berkata, ''Mengapa Engkau hendak menjadikan orang yang akan membuat kerusakan padanya?'' Sesungguhnya mereka bermaksud mengatakan bahwa di antara keturunan Adam itu ada yang melakukan kerusakan. Pertanyaan itu bersifat meminta informasi dan mencari tahu ihwal hikmah. Maka Allah berfirman sebagai jawaban atas mereka, Allah berkata, ''Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui,'' yakni Aku mengetahui kemaslahatan yang baik dalam penciptaan spesies yang suka melakukan kerusakan seperti yang kamu sebutkan, dan kemaslahatan itu tidak kamu ketahui, karena Aku akan menjadikan di antara mereka para nabi, rasul, orang-prang saleh, dan para wali.
Syaikh Muhammad Nasib Ar-Rifa'i berkata dalam ringkasan Tafsir Ibnu Katsiernya :
Saya berpendapat bahwa konsep khalifah mengharuskan secara pasti tiadanya pihak yang digantikan, baik tiadanya itu secara total atau hanya sebagian, baik tiadanya itu karena kematian, perpindahan, dicopot, mengundurkan diri, atau karena sebab lain yang membuat pihak yang digantikan tidak dapat melanjutkan aktivitasnya. Misalnya Anda berkata: ''Abu Bakar merupakan khalifah Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam'' yakni setelah Rasul meninggal. Atau Anda berkata: ''Rasulullah menjadikan Ali sebagai khalifah di Madinah,'' yaitu ketika Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam pergi dari Madinah untuk melakukan salah satu perang. Bila konsep ini telah jelas dan melahirkan kepuasan, maka orang yang merasa puas tadi akan menemukan kekeliruan pendapat orang yang mengatakan bahwa Adam dijadikan Allah sebagai khalifah-Nya di bumi. Kekeliruan itu disebabkan oleh hal-hal berikut ini.
1. Adalah mustahil tiadanya Allah dari kerajaan-Nya, baik secara total maupun sebagian. Dia senantiasa mengurus langit dan bumi dan tidak ada suatu perkara seberat Dzarrah pun yang ada di langit dan di bumi yang terlepas dari pengetahuan-Nya. Jadi, Dia tidak membutuhkan khalifah, wakil, pengganti, dan tidak pula butuh kepada pihak yang ada di dekat-Nya. Dia Mahakaya dari semesta alam.
2. Jika keberadaan Adam atau jenis manusia itu layak untuk menggantikan Allah, maka dia harus memiliki sifat-sifat yang menyerupai sifat-sifat Allah Ta'ala, dan Mahasuci Allah dari sifat-sifat yang dapat diserupai manusia. Jika manusia, sebagaimana seluruh makhluk lainnya, tidak menyandang sifat-sifat yang menyerupai sifat-sifat Allah, bahkan makhluk tidak memilikinya, sedangkan Allah Maha Sempurna pada seluruh sifat-Nya, maka terjadilah ketidaksamaan secara total. Maka bagaimana mungkin orang yang berkekurangan menggantikan pihak Yang Mahas Sempurna? Maha Suci Allah dari adanya pihak yang menandingi dan menyerupai. ''Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.'' (asy-Syuura: 11)
3. Adalah sudah pasti bahwa manusia tidak layak menjadi khalifah atau wakil Allah, bahkan hal sebaliknyalah yang benar, yaitu Allah sebagai khalifah dan wakil. Simaklah beberapa firman berikut ini. ''Cukuplah Allah menjadi Wakil (Penolong) kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung''(Ali Imran: 173). ''Dan Allah Maha Mewakili segala sesuatu.''(Hud: 12). ''Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya.''(At-Thalaq: 3). ''Dan cukuplah Allah sebagai Wakil''(An-Nisa': 81) Dalam hadits mengenai doa bepergian, Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ''Ya Allah, Engkaulah yang menyertai perjalanan dan yang menggantikan dalam mengurus keluarga (yang ditinggalkan)''
4. Tidak ada satu dalil pun, baik yang eksplisit, implisit, maupun hasil inferensi, baik di dalam Al-Qur'an maupun Sunnah yang menyatakan bahwa manusia merupakan khalifah Allah di burni, karena Dia berfirman, ''Sesungguhnya Aku akan menjadikan seorang khalifah di bumi''. Ayat ini jangan dipahami bahwa Adam alaihis salam adalah khalifah Allah di bumi, sebab Dia bertirman, ''Sesungguhnya Aku akan menjadikan khalifah di bumi.'' Allah mengatakannya demikian, dan tidak mengatakan, ''Sesungguhnya Aku akan menjadikan, untuk-Ku, seorang khalifah di bumi'', atau Dia mengatakan, ''Sesungguhnya Aku akan menjadikan seorang khalifah bagi-Ku di bumi'', atau ''menjadikan khalifah-Ku''. Dari mana kita menyimpulkan bahwa Adam atau spesies manusia sebagai khalifah Allah di bumi? Ketahuilah, sesungguhnya urusan Allah itu lebih mulia dan lebih agung daripada itu, dan Maha Tinggi Allah dari perbuatan itu. Namun, mayoritas mufasirin mengatakan, ''Yakni, suatu kaum menggantikan kaum yang lain, kurun demi kurun, dan generasi demi generasi.''
Ulama lain menafsirkan ayat di atas dengan ''menjadikan sebagai khalifah bagi makhluk sebelumnya yang terdiri atas jin atau makhluk lain yang mungkin berada di muka bumi yang ada sebelum spesies manusia.
Penafsiran yang pertama adalah lebih jelas karena dikuatkan dengan AlQur'an dan Sunnah. Adapun orang yang berpandangan bahwa yang dimaksud dengan khilafah ialah khilafah dalam penetapan hukum semata, maka pandangan ini tidak dapat diterima. Karena hukum yang valid ialah yang bersumber dari wahyu yang telah ditetapkan Allah, bukan hukum si khalifah, namun hukum Allah, dan hukum itu merupakan sarana penghambaan kepada Allah. Alangkah jauhnya jarak antara ibadah dengan perwakilan dan kekhilafahan. Jadi, jelaslah bahwa orang yang menghukumi itu tiada lain hanyalah menetapkan hukum Allah, bukan inenggantikan-Nya.
3 komentar:
Postingan yang bagus mbak :) Saya izin copas untuk tugas ya...
Assalamu alaikum wr,wb … Pertama-tama kami mengucapkan terima kasih banyak atas khazanah pengetahuan yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada hamba pilihannya untuk membuat tulisan di dalam situs atau blog ini. Dengan hormat dan sangat memohon maaf, kalau kami mengajak dan mengundang saudara untuk mengunjungi situs atau blog kami http://www.laskarbuniarroadtothe.blogspot.com sekedar untuk berbagi informasi dan pengetahuan. Semoga bermanfaat untuk kita semua. JANJI AKHIR DI GUNUNG PAMATON PUTRA BUNIAR / SATRIO PININGIT (PEMUDA GHAIB ATAU TERSEMBUNYI) TANGGAL 24 OKTOBER 2014 M / BERTEPATAN MALAM 1 MUHARRAM 1436 H
Wassalam ….
waw, luar biasa sekali.. visit my blog, read this : http://tutorialogic.blogspot.co.id/2012/12/potensi-manusia-100-kesungguhannya.html
Posting Komentar